“Semakin lama Negara ini semakin seram. Semacam tidak lagi menyisakan ruang
untuk berbuat salah”
Sebagai
masyarakat dunia maya Indonesia, kalian pasti masih ingat dengan kasus adik
yang duduk di kursi prioritas, mbak path spbu, dan bapak presiden walk out. Mass-cyber-bullying. Rasanya cukup ironis
bagaimana Negara yang dikenal ramah dan santun bisa dengan begitu kompaknya mem-bully
masal melalui media sosial, mereka-mereka yang berbuat salah di
tengahmasyarakat.
Yaa, mereka memang salah.Tapi, apa harus begitu
cara menegurnya ? apa kalian-kalian yang
menjadi bagian dari aksi ini, sudah merasa begitu sempurnanya hingga kalian
dengan gagah berani ikut andil dalam aksi ini ?
Perfct | Sumber |
Butuh 400 kali berpikir ulang hingga akhirnya saya
mantap menulis postingan ini. Yap!
Adalah karena saya juga seorang brengsek dan bukan seorang teladan yang “dinabikan” di tengah masyarakat yang
rajin diciumi tangannya dan apalagi seorang tokoh agama alim ulama yang air
cucian kakinya diminum karena dipercaya membawaberkah, sehingga sayaber-hak untuk
memberikan wejangan dan apalagi mengkritisi perilaku kehidupan bermasyarakat
kalian. Tapi yasudahlah, mungkin kalo disampaikan oleh seorang brengseks epertisaya,
pesan-pesan di postingan ini bisa jadi
lebih ngena.
Mungkin.
“Ikhlas dan Khusyuk.
Cuma satu kata tapi susahnya luar biasa”
Adalah karena dicurangi oleh sebuah sarana pengisian
bahan bakar umum di jl.Sunset road, Bali, saya jadi termotivasi untuk membuat tulisan
ini. Sulit rasanya mengikhlaskan bagaimana uang yang seharusnya cukup untuk memenuhi
tangki bensin nyatanya hanya sanggup mengisi setengahnya. Tapi kemudian saya berpikir,
“yasudahlah,
setiap orang brengsek dengan caranya masing-masing.”
Bagi pemilik SPBU ini dan karyawannya, brengsek adalah
mencurangi pengisian bensin hingga setengahnya. Bagi orang lain brengsek mungkin
adalah teriak-teriak dengan sorban putih melarang penayangan spongebob, tapi ikut
joged di acara dangdutan tetangga yang lagi ngerayain sunatan anaknya yang hobi
nonton spongebob.
Bebas.
Tapi lebih lanjut lagi saya berpikir, “kalau semua
orang brengsek dengan caranya sendiri, dan orang brengsek gak berhak untuk mengingatkan
orang brengsek lain, maka yang akan terjadi adalah brengsekception” kalau begini,
lantas kapan kebrengsekan ini akan berakhir ?
Versi Santai |
Versi Santai tapi di Vandal |
Versi Komedi | Sumber |
Versi Gak Santai | Sumber |
Versi Super Gak Santai | Sumber |
Versi Salah Grammar | Sumber |
Versi Are You Kidding Me ? | Sumber |
Saya gak tahu yaa gimana kondisi di Negara
lain, tapi di Negara saya, dimana-mana rasanya ada tulisan seperti itu. Mulai dari
versi yang paling sopan, versi template,
versi salah eja, sampe yang versi ekstrimis-kejam-tajam-mempesona seperti image
pembuka postingan ini. Pertanyaan saya adalah “apakah kita se-bodoh itu hingga akhirnya
harus selalu diingatkan apa yang memang seharusnya kita pahami danlakukan dalam
kehidupan bermasyarakat ?”
Sekedar info, peringatan di fotodi atas
paragraph di atas berlokasi di kantor tempat saya berkarir. Sebuah kantor yang
dengan tegas dan percaya diri melabelkan dirinya “cerdas lingkungan” ,sebuah kantor
yang notabene isinya adalah arsitek dan orang-orang yang seharusnya cukup cerdas
dan berwawasan lingkungan untuk tahu untuk tidak melakukan apa yang
diperingatkan melalui kertas peringatan seperti tercantum digambar tanpa harus diperingatkan
dengan kertas peringatan.
Kenyataan Pahit |
Kenyataan Pahit |
Kenyataan Pahit |
Kenyataan Pahit |
Kenyataan Pahit |
Saya suka berpikir seperti ini “buat apa sekolah
tinggi-tinggi kalo buang punting rokok di tempat yang bener aja ga bisa ? buat apa
sekolah arsitektur belajar tentang estetika tapi buang sampah masih sembarangan
? buat apa belajar PPKn, PKn, atau Kewarganegaraan sampe 13 tahun ++, kalo ngantri
yang rapi aja gabisa ?”
Emangsih, gaksemua yang ada di Negara ini bisa beruntung
mengenyam pendidikan sampai sekolah tinggi, ada bahkan yang sangat kurang beruntung
sampai sekolah dasar aja gabisa, tapi, saya rasa itu bukan alasan untuk gak bisa
secara sadar memahami hal-hal sederhana yang memang seharusnya dilakukan dalam bermasyarakat.
Sekalilagi, setiap orang brengsek dengan caranya
sendiri, untuk terjadinya sebuah perubahan, yang harus dilakukan bukanlah saling
tegur, saling gontok-gontokkan sesame brengsek, dan apalagi, mem-bully massal di media social mereka yang
secara terang-teranga melakukan ke-brengsek-an.
Ngaca !
Lakukanlah refleksi diri. Seperti yang
disampaikan mas Jeko, kalau kalian ingin membuat dunia ini menjadi tempat yang
lebih baik, lihatlah diri kalian sendiri, dan lakukanlah perubahan.
Dan sebagai bahan refleksi, berikut saya sajikan
sebuah “semacam motion graphic” yang mungkin diantaranya adalah kalian
pelakunya.
Selamat menonton, selamat merefleksi, selamat berubah.
Sumber |
*pencet tombol perubahan di jam tangan.