“Ironi arsitek adalah dibalik kesehariannya yang berkutat dengan desain
bangunan yang indah dan menawan ada orang-orang yang masih menginap di kosan
penjara tak berjendela, yang satu-satunya cara untuk mengetahui hujan adalah
melalui bocor yang menetes tenang ke panci mie-instannya.”
Yaa, yaa, saya tahu, setiap
pekerjaan memiliki ironinya masing-masing, baru kemarin hati saya terenyuh
melihat sebuah foto yang menunjukan ekspresi yang sangat jujur dari seorang driver gojek yang sedang memperhatikan
seksama proses pengerjaan martabak yang harganya setara kira-kira fee 10x perjalanannya ke sana. Ada badut
yang dibalik senyum palsu literary-nya,
ada tumpukan tagihan dan anak istri yang membutuhkan senyum dan tawa jauh
melebihi anak-anak yang secara professional ia hibur dengan harga yang bisa
dibilang cuma-cuma. Dan tentunya, ada teller bank, yang tak perlu dijelaskan
lagi, kita semua tahu apa ironinya.
Yang pertama dan paling Utama |
Bank.
Baru-baru ini saya berurusan dengan
bank, dan ini bukan berurusan pada umumnya dimana bank berperan sebagai tempat
transit uang dari para bos ke penjual nasi goreng, kali ini urusan saya dengan
Bank tak jauh-jauh dari urusan arsitektur seakan menjadi arsitek selama 8 jam
sehari selama 5 hari tak cukup. Yaa saya barusan ikut sayembara desain fasad
BCA, dan itulah urusan saya baru-baru ini dengan bank.
Baru tapi tidak baru, berubah tapi
tidak berubah.
Frase yang ritmis yang sukses bikin
punggung saya sakit selama berhari-hari dan kepala terasa panas seperti smartphone yang sedang syncing di internet yang lelet. Melihat
rekam jejak perubahan fasad BCA yang sudah beberapa kali, itulah yang kemudian
saya tangkap dari transformasinya.
Baru tapi tidak baru, berubah tapi
tidak berubah.
Rasanya mau menyerah saja setelah
beberapa hari memeras otak, tak keluar satupun ide yang layak. Namun mengingat
betapa hati saya sangat gusar karena batal mengikuti sayembara propan, saya
paksa diri saya untuk kembali menemukan energi untuk mengolah konsep,
Baru tapi tidak baru, berubah tapi
tidak berubah.
Yap, dan siklus ini pun berulang
selama beberapa hari hingga akhirnya saya memutuskan untuk meminta bantuan.
Long story short, the ice finally break and ideas began to flow.
Panel Presentasi | Klik Biar Gede |
Setelah ditolak gery, dibantu rejak,
hingga berkolaborasi dengan adri, akhirnya sayembara sakit punggung ini selesai
juga di hari batas pengumpulannya. Dan dengan bantuan Kakak yang berlokasi di
Bekasi dan dengan pinjaman kartu IAI ribas, akhirnya karya sayembara ini berhasil
dicetak, dikemas dan dikirim..
.
Keesokan harinya.
The Late Brothers |
So Yeay!
Saya sudah tak berharap apa-apa dan
memvonis diri saya kalah jauh sebelum hari pengumumannya. Tapi tetap saja,
ketika hari pengumuman tiba dan saya tahu saya tidak termasuk satu dari sepuluh
orang yang dihubungi panitia rasanya kecewa juga. Bukan apa-apa, terlepas dari
berbagai kekurangannya, saya tetap suka dan bangga dengan hasil akhirnya. Dan
dibalik karya yang terlambat tiba di tujuannya ini, ada kerja keras dan
dukungan dari orang-orang yang entah kenapa mau repot-repot membantu saya.
Seperti kata Hiruma, selama
peluangnya belum 0%, masih terlalu cepat untuk menyerah. Saya memutuskan untuk
tidak menyerah, dan meskipun saya kalah, saya tetap bahagia karenanya.
No comments:
Post a Comment