" Saya bukan orang yang apatis terhadap budaya.
Saya hanya cukup kritis memilih mana yang budaya, mana yang kebiasaan. Mana
yang harus dilakukan, diteruskan, dan dilestarikan, mana yang harus
ditinggalkan "
- Hendro Prasetyo, 2014
as quoted from Budaya Buaya part.1, saya bukan apatis,
hanya kritis. Dan kali ini bahasan saya mungkin akan dicela oleh para kaum
konservatif (itu juga kalo mereka baca).
Budaya buaya, mungkin bukan judul yang paling
tepat untuk bahasan kali ini, karena yang saya akan bahas, merupakan budaya
asli sebagian kecil dan terpencil dari Indonesia yang menurut saya
benar-benar harus segera ditinggalkan, karena tergolong non-sense dan bisa dibilang primitif.
Seperti yang dulu suka ditampilkan di acara Ethnic Runaway salah satu TV swasta yang
kini menjadi pionir acara joged-joged. Di Indonesia, masih banyak banget suku
terpencil yang hidup jauh di dalam hutan, atau diatas dan diantara bukit.
Sebutlah misalnya, suku Dayak, suku Asmat, suku Anak-Dalam, dan satu yang
pernah saya kunjungi, masyarakat Kampung Naga.
Suku Asmat | sumber |
Mereka adalah bagian dari Indonesia, tapi bukan
bagian dari Indonesia. Kenapa ? karena mereka punya sistem kehidupan sendiri
yang sama sekali berbeda dengan sistem kehidupan pada umumnya. Kalo, di
Indonesia april nanti akan ada pemilu, mereka tentunya ga akan ikutan nyoblos.
Yaa, jangankan ikutan pemilu, terdaftar dalam sensus penduduk saja rasanya
tidak.
Pakan, Sandang, Papan. Begitulah kebutuhan
dasar hidup yang kita pelajari sewaktu SD. Karena hidup jauh di dalam hutan,
tentu mereka hidup dengan cara sendiri, cara-cara yang berdasarkan apa yang
saya tonton di acara ethnic runaway, masih tergolong primitif.
Untuk pemenuhan kebutuhan dasar Pakan, seperti
yang kita pelajari dulu di kelas sejarah, salah satu ciri masyarakat primitif
adalah hidup dengan cara Berburu dan Mengumpulkan, atau semaju-majunya,
bercocok tanam. Dan hal ini masih dilakukan oleh suku-suku pedalaman tersebut.
Bahkan ada isu, bahwa suku dayak tertentu juga melakukan Kanibalisme, yang
tentunya akan sangat sulit dibuktikan, mengingat semua saksi hampir pasti juga
merupakan korban dan sebagai korban tentunya mereka telah berubah menjadi
makanan sehingga tidak bisa menyampaikan kesaksian.
Secara sandang, suku-suku tertentu masih sangat
ketat memegang ajaran leluhurnya, sehingga mereka berpakaian layaknya
masyarakat primitif. Yah, kalian tahulah pasti seperti apa yang saya maksud.
Dalam kasus tertentu, ajaran leluhur mulai ditinggalkan, misalnya Suku
Mentawai, yang “berpakaian” dengan cara mentato seluruh tubuhnya. Keturunan
terakhir dari suku Mentawai kini tidak lagi mau mentato seluruh tubuhnya, dan
lebih memilih menggunakan pakaian. Sebuah keputusan yang cukup tepat menurut
saya, karena ini berarti mereka telah berpikir lebih maju dari
senior-seniornya.
Terakhir, untuk kebutuhan tempat tinggal atau
Papan, karena mereka hidup jauh didalam hutan, tentunya tempat tinggal mereka
masih menggunakan bahan-bahan yang bisa mereka temukan di dalam hutan dan
secara arsitektur, dibuat sesuai ajaran dari leluhur mereka.
Selain tiga hal itu, keprimitifan mereka juga
ditunjukan secara kepercayaan karena masih menganut animisme dan dinamisme atau
yang lebih dikenal sebagai kepercayaan terhadap roh nenek moyang.
Seperti yang saya bilang, bahasan saya kali ini
mungkin akan dicela oleh kaum konservatif. Kenapa ? karena menurut saya, semua
hal yang telah saya sebutkan diatas harus ditinggalkan ! menurut saya,
seharusnya suku-suku pedalaman seperti itu di zaman seperti ini harusnya hanya
bisa ditemui di museum, atau buku sejarah.
Pemerintah, cendekiawan, dan kaum rohanis
harusnya mulai perlahan masuk kedalam dengan cara-cara yang bisa diterima
masyarakat lokal, dan mengajarkan hal-hal yang sesuai dengan perkembangan
zaman. Anak-anak disana, seharusnya tidak dibiarkan berjalan-jalan di hutan,
tapi masuk ke sekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak. Mereka yang
tertinggal seharusnya diajak maju, sehingga bisa menysuaikan diri dengan
perkembangan zaman.
Kondisi mereka yang masih minim informasi,
sesungguhnya merupakan hal yang baik. Karena ini artinya banyak hal yang masih
bisa diajarkan kepada mereka. Kebenaran yang sebenarnya ! bukan kebenaran yang
telah dibengkokan oleh masyarakat modern demi pemenuhan nafsu mereka.
Mereka masih bisa diajarkan Islam yang
sebenarnya yang benar-benar berakar dari Al-Qur’an. Masih bisa diajarkan tata
cara pembangunan yang baik dan tidak merusak alam. Pun begitu dengan
keterampilan-keterampilan yang bisa mengembangkan diri mereka, serta berbagai
hal secara sosio-emosional, sehingga mereka bisa menjadi masayaralat yang bukan
hanya mengejar ketertinggalan dari masayarkat modern, tapi bahkan lebih maju
dari masyarakat modern.
Lalu bagiamana dengan budaya mereka ? seperti
yang saya bilang diawal, pilih yang mana yang budaya, yang mana yang kebiasaan,
yang mana yang ditinggalkan, yang mana yang diteruskan dan dilestarikan.
Seperti misalnya, budaya mentato seluruh badan
dari suku mentawai. Untuk apa dipertahankan ? apakah ada keuntungannya bagi
kehidupan mereka ? apakah sehat secara medis ? apakah mengkhusyukan secara
rohanis ? apakah baik secara sosio-emosional ? apakah menguntungkan secara
komersial ? Apakah ini benar-benar budaya ? atau sekedar kebiasaan yang
diturunkan secara turun temurun dari leluhur ? jika memang turunan darimana
asalnya ?
Suku Mentawai | sumber |
Sering saya dengar bahwa cerita turun temurun
dari leluhur itu umumnya berasal dari mimpi atau wangsit yang diterima oleh
pemimpin pertama kaum mereka, yang kemudian terus diajarkan kepada masyarakat
dan keturunannya. Ingatlah bahwa setan akan senantiasa menyesatkan manusia
dengan cara apapun. Pernahkah kalian terpikir bahwa wangsit adalah bisikan
setan sehingga suatu kaum akan sesat secara turun temurun ?
Suku mentawai hanya salah satu contoh. Begitu
banyak suku-suku pedalaman di Indonesia yang hidup dalam kesesatan. Itu karena
mereka tidak terjangkau oleh para penjelajah dan misionaris pada jaman
penyebaran agama dan kebudayaan. Mereka yang hidup jauh didalam hutan, masih
tertutup dan bahkan menutup dirinya dari Informasi. Zaman sekarang sudah tidak
akan ada lagi Nabi, jadi sudah merupakan kewajiban bagi kita untuk mengajarkan
kebenaran pada mereka yang belum tercerahkan.
Lebih maju dari masyarakat modern (yang tidak kalah sesat). Itulah target
yang harus dikejar dalam usaha menyampaikan informasi bagi masyrakat di
pedalaman. Akulturasi budaya asli, dengan cara hidup modern. Hasilnya pasti
akan baik.
Mimpi belaka. Palsu. Dalam konteks inilah
Budaya Buaya part.2 ini berkisar. Karena target pencapaian kemajuan budaya
masyarkat suku pedalaman hingga lebih maju dari masyarakat modern nampaknya
tidak akan pernah menjadi nyata.
Guru sejarah SMA saya pernah mengajarkan bahwa
fakta sejarah menyatakan urutan berkembangnya masyarakat itu mulai dari
Primitif, Kerajaan, baru Pemerintahan. Jika sekarang saja mereka belum sampai
ke tahap kerajaan dan tidak ada usaha untuk memajukan dan mengembangkan diri,
maka mungkin sampai tiba saatnya Isa kembali turun ke bumi nanti, mereka akan
tetap pada keterbelakangan mereka.
Tulisan saya mungkin terlalu acak dan sulit
dimengerti. Yah, kalian coba baca lagi saja jika belum mengerti. Haha. Pada
akhirnya saya hanya mau bilang, Indonesia itu begitu luas. Punya ribuan budaya
asli, dan masih saja diinfiltrasi budaya asing. Kalian harus bisa memilih mana
yang ingin kalian ikuti dan teruskan ke anak-akan kalian. Mana yang budaya,
mana yang kebiasaan. Save the Culture,
Leave the Lifestyle !