Tuesday, November 9, 2010

Kuliah Persahabatan


Malam itu, sekitar pukul 00:30 , mengawali jumat 29 oktober 2010, ditemani “secangkir” cofeemix dan “secangkir” capuchino dari sebuah warung waralaba berlabel indomaret. Berlatar belakangkan suara riuh “debu-debu” berterbangan dan sirine ambulans. Sebuah kuliah 3 SKS tentang persahabatan yang diampu oleh seorang Muhammad Yusuf terjadi. Saat itu peserta didiknya hanya satu. Seorang Hendro Prasetyo. 




Bagaimana kuliah ini terjadi ?

Semua berawal dari hasrat saya menyelasaikan film yang tengah saya kerjakan. Namun semenjak kepergian Mr.Presario, saya harus mengerjakan film itu di Macbook teman saya Philip Sandoro. Sayangnya malam itu Philip tidak membawa Macbooknya. Jadilah saya dan Muhammad Yusuf harus mengambil macbook tersebut di kost Philip. Khawatir dengan rasa ngantuk yang akan menyerang karena kami memang bermaksud untuk bergadang menyelesaikan film itu, kami singgah sesaat di Indomaret untuk meminum kopi. Saat itulah alam tiba-tiba berkecamuk. Merapi yang sedang labil semakin gencar menghujani Jogja dengan debu dan bahkan pasir dengan sedikit tambahan kerikil.

Jadilah kami terjebak di selasar Indomaret. Untungnya disitu disediakan free hotspot. Setelah sedikit berselancar di internet membuka situs-situs jejaring sosial, kamipun terdampar disebuah blog berlabel artisticchocolate. Dan saat itulah Muhammad Yusuf tertarik untuk membaca tulisan berlabel Friendship = Influenza.

MUNGKIN. ! itu yang paling harus diingat. Karena kita ga tau kalo mungkin someday flu bisa disembuhin, sama kaya kita ga tau kalo mungkin suatu saat sahabat, atau teman terdekat kita akan ninggalin kita.

Bagian itu langung menarik perhatiannya. Lalu dia mempertanyakannya pada penulisnya. Mendengar penjelasan dari sang penulis, Muhammad yusuf merasa ada yang salah. Saat itulah dia mengkuliahi saya panjang lebar tentang konsep persahabatannya.

Jangan terlalu cepat menganggap seseroang sahabat, biarpun kita telah dekat dengannya entah dalam jangka waktu yang lama dan apalagi singkat. Jika orang itu masih tetap mengingat kita dihatinya, dan kita tau itu karena kita masih tetap berhubungan dengannya, walupun hanya berupa cerita singkat tentang kisah masing-masing, tetapi obrolan singkat itu benar-benar bisa mengggambarkan kalau kita itu benar-benar saling meengerti satu sama lain. Sahabat sejati bisa memposisikan diri sebagai kita ketika kita bercerita tentang kisah kita dan bisa menerima kita apa adanya

Itulah kira-kira inti dari kuliah 3 sks yang diberikan Muhammad yusuf. “Sabahat itu ga mungkin ninggalin kita! Kalo sahabat ninggalin kita, itu berarti dia bukan sahabat! Itu tuh cuma temen! ” Tukas Ucup. Dan Ucup pun bercerita tentang pengalamannya dalam dunia pertemanan. Tentang dia yang dulu pernah menganggap seseorang sahabat, tapi kemudian dilupakan begitu saja. Dan sahabat-sahabatnya sekarang. Dia membandingkan kedua kasus tersebut agar saya bisa paham dan membedakan mana yang teman dan mana yang sahabat.

Sebagai contoh saya mengambil kasus ketika saya bercerita bahwa saya mengangap seseorang yang pernah dekat dengan saya sebagai sahabat. Dulu kita begitu sering saling bercerita. Membicarakan ini itu sampai ke hal-hal tentang diri kami. Namun sesuatu terjadi, kita lulus sma dan kita sekarang telah terpisah kota. Semenjak itulah hubungan kita terasa menjauh seperti jarak antar kota kami. Walaupun terkadang kita memang masih berkomunikasi. Bedanya, obrolan kami sekarang terasa hambar. Tidak seperti dulu ketika kami dekat. 

Namun saya masih menganggapnya sebagai sahabat saya. Karena saya meyakini prinsip Friendship = Influenza saya. Kita memang sekarang sedang jauh, tapi itu karena memang “Flunya” sedang tidak menjangkit saja. Begitulah menurut saya. Tapi bagi seorang Muhammad Yusuf dia hanya teman. Karena obrolan seorang sahabt seharusnya tidak terasa hambar. Biarpun singkat, seharusnya obrolan itu berkesan bagi kami berdua. Bagi Muhammad Yusuf itu baru obrolan antar sahabat.

Lalu dia membandingkan cerita saya dengan ceritanya dengan sahabat-sahabatnya. Ceritanya memang lebih mengesankan kalau mereka memang bersahabat. Tidak seperti saya dan orang yang saya anggap sahabat saya itu.

Contoh lainnya berhubungan dengan kondisi Jogja saat ini. Ucup berkata, kalau emang Sahabat, seharusnya dia nanyain kondisi kita sehubungan dengan Labilnya merapi yang kemudian berimbas pada kondisi jogja saat ini. Gimana kabar kita, kena efeknya apa ga, dan ga lupa pastinya buat meminta kita untuk hati-hati. 






Kondisi Jogja Di Pagi hari Setelah Kuliah 3 SKS Ini.


Lalu saya ingat-ingat, sejauh ini ada 3 orang yang menanyakan masaah itu, 2 adalah sahabat saya, satu hanya seorang teman. Lalu bagaimana dengan sahabat saya yang saya ceritakan sebelumnya? Sayangnya dia tidak menanyakan itu. Itu berarti sudah ada dua kasus, dan keduanya tidak dipenuhi, apa itu artinya dia bukan sahabat saya? Berarti ditambah seorang yang saya anggap sahabat di jogja ini, hanya ada 3 orang sahabat saya di dunia ini. Jumlah yang sedikitkah? Menurut saya, itu sudah lebih dari cukup. Karena bukan jumlah yang penting buat saya, melainkan kualitas hubungan persahabatan kita. 

Kondisi tak banyak berubah diluar sana saat itu. Debu-debu masih beterbangan, sirine masih kerap terdengar berlalu lalang di jalan. Dan kemudian saya bertanya lagi, dan dia menjelaskan lagi. Saya bercerita lagi, Ucup membandingkannya lagi dengan ceritanya. Lalu dia bercerita lagi, lagi dan lagi.

Cerita demi cerita, saya semakin mengerti konsep persahabatan yang diberikan oleh Muhammad yusuf. Namun saya tidak juga melupkan konsep Friendship = Influenza saya. Hanya saja, sekarang saya tidak lagi menganggap sahabat akan meninggalkan kita. Sahabat sejati akan selalu ada untuk kita. Jika tidak, itu artinya dia hanya teman. Dan saya juga punya satu perspektif baru tentang persahabatan. Yaitu..
  
Persahabatan berasal dari suatu proses. Proses untuk saling mengenal lebih dalam, saling mengerti, Saling bisa memposisikan diri ketika kita membutuhkan solusi. TEMAN atau SAHABAT, hanya waktu yang bisa menjawab. Ga harus lama, cepet aja juga bisa. Itu semua, tergantung dari bagaimana kita mampu untuk “merasa”. Hahaha!

5 comments:

  1. wah keren tulisannya,.
    sahabat-teman-rekan,.buat posting tentang friendometer juga aja hen,.hehe

    ReplyDelete
  2. wahh terimakasih sebelumnya atas kunjungan anda ke blog saya ini. Masukannya boleh, tapi.. friendometer itu maksudnya gimana yaa ?

    ReplyDelete
  3. bukannya plesetan speedometer ya?

    persahabatan kan bukan sesuatu yang bisa dinilai dengan pemikiran
    seperti yang kakak bilang, itu dirasakan

    ReplyDelete
  4. itu sih ga menjelaskan juga.

    lho? emang kapan saya menyebut-nyebut tentang pemikiran ?

    ReplyDelete
  5. ok, tak jelasin

    kan kakak ngomongin soal pertemanan
    friendometer itu, bikin skema pengukuran kadar pertemanan dari yang hanya rekan trus akhirnya jadi sahabat (maybe)

    trus, emang kan kakak nggak nyebut-nyebut pemikiran
    tapi yang kakak tulis itu kan udah 'pemikiran' namanya

    ReplyDelete